Subscribe:

Pages

Jumat, 26 September 2014

Entrok - The Year of Voiceless

“anakku sekolah tinggi sekali, pintar, tapi kok bodoh. Bagaimana ibunya yang tidak pernah sekolah ini tahu tentang Gusti Allah, hafal  doa-doa arab itu, lha wong tahu saja tidak? Masa aku yang sejak kecil diajari nyuwun pada Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa tiba-tiba harus menghentikan semuanya. Ealah… nduk, sekolah kok malah membuatmu tidak menjadi manusia.”
Entrok

Okky madasaari’s novel “Entrok,” translated into English by Nurhayat Indrayanto Muhamed as “The Year of Voiceless,” takes a particularly jaundiced view of the rule of Soeharto and his cronies.

There are two narrators: Sumarni, a girl who grows into puberty in a village near the East Java city of Madiun in the early period of Indonesian independence, and her daughter Rahayu.
Sumarni’s greatest wish is to own a bra or entrok in colloquial Javanese. And her discovery of a way to get one and much more, only to become a victim in the end of modern competition, forms one major plank of the story.

Instead of just cleaning cassava roots in return for food, as her mother has done to survive for many years. She becomes a market porter, then a trader and finally a money lender. She amasses enough wealth to build a sturdy house, own a car and a couple of hectares of sugar cane fields, and sand Rahayu to school and university.

Material success does not automatically translated into happiness, however. With success come those who demand a share of the spoils. “Powerful people with their uniforms and their boots, people who were strong because of their guns, people who were always right because they worked for the state.” The Soeharto era has arrived.

Sumarni’s life is fatally marred by her daughter’s refusal to accept her own animist ways, praying to the gods of the soil success every evening. Immersed in the formal education system, Rahayu is convinced by her teachers that her mother’s faith in the old beliefs of Java is heresy.
The story of Rahayu is the second major plank in the work. Seduced by orthodox Islam, Rahayu achieves her mother’s dream of entering a state university in Yogyakarta, but after two years of study she spends more time with Koran recital group than in class. Coming face to face with the arbitrary power of people with boots and guns, Rahayu and other member of her group attempt to expose this abuse of power. For their trouble they are thrown out of the university and take refuge within a religious community. After becoming the second wife of an Islamic teacher, she appears to have forgotten her parents.
Jump from 1950 to 1999, the novel end with Sumarni discovering that Rahayu is in jail in Semarang, Central Java. For opposing the state at Kedung Ombo, the major dam development that was a subject of controversy from 1985 until 1991.
One group of residents refused to move, prompting Soeharto to brand them mbalelo or renegades. In the end, those who opposed the will of state were declared nonpersons and their identity cards stamped “Eks Tapol” the mark of former members of the Indonesian Communist Party (PKI). In the novel, Rahayu shares this fate.


source: okkymadasari.net/news-review/the-victims-speak/#more-971

Kamis, 11 September 2014

Re-Type: Ajaran Yahudi, Kristen dan Islam: Sebuah Kesamaan Tradisi

Dunia Timur Dekat kuno-khususnya di wilayah wilayah di Mesir dan tanah tanah di timur laut Mediterania ( Asiria dan Media) awalnya didominasi dunia politeisme, yaitu pada abad ke-7 SM (Historical Atlas of the World, hal. 3). Penduduk di tanah-tanah tersebut memuja berbagai macam dewa. Beberapa dewa dihubungkan dengan kesejahteraan di kota kecil maupun besar di lokasi daerah tertentu, sepeti dewa Marduk di Babilonia atau dewa Ra Heliopolis di Mesir.
Beberapa dewa lainnya juga dianggap bertanggung jawab dalam memenuhi kehidupan dan kesejahteraan manusia selama waktu perang dan keadaan tidak aman sepreti dewa Bal untuk orang orang kanaan dan dewa Ishtar untuk orang orang Babilonia dan Asiria. (The Heritage of World Civilizations, hal. 54)
Diantara berbagai kelompok budaya dan keyakinan politeisme, munculah sebuah tradisi besar yang selanjutnya mempersatukan pondasi 3 agama besar di dunia: agama Yahudi, Kristen dan Islam. Tiga agama ini dapat dihubungkan dengan satu tradisi agama yang secara umum memiliki kaitan dengan masa kenabian Ibrahim. Tradisi pokok beragama ini membentuk dasar solid yang darinya tiga agama ini telah dibangun di atas rangkaian sejarah dan darinya masing- masing agama telah membangun keyakinan keyakinan serta cita cita berbeda dan membuat mereka terlepas satu sama lain.
Perbedaaan fundamental yang memisahkan tradisi beragama 3 agama dapat dipersatukan dengan konsep monotheisme:
Keimanan kepada sesuatu yang tunggal, Tuhan Yang Maha Perkasa satu-satunya Sang Pencipta, Maha Pemberi dan Maha Menguasai alam semesta.
Hal itu benar benar belum jelas terbukti, kapan doktrin pertama muncul dalam kehidupan. Para ahli sejarah pada umumnya setuju bahwa konsep awal monotheisme telah menunjukkan suatu penampakan yang jelas di antara sebuah suku nomadik (pengembara) yang disebut kaum Hebrew. (Ibid hal 56) pada dasarnya, kesamaaan tradisi beragama yang dimiliki agama Islam, Kristen dan Yahudi dapat dihubungkan dengan kaum ini. Pemahaman lebik baik tentang sejarah suku ini bisa bermanfaat di dalam memahami secara umum asal mula agama agama monotheisme saat sekarang

Tidak ada catatan berharga tentang kehidupan orang orang Hebrew. Meskipun demikian, para cendekiawan setuju dengan catatan-catatan yang berhubungan dengan kitab injil yaitu migrasi kaum Hebrew ke wilayah Timur Dekat Mesopotamia adalah masuk akal dan sesuai pula dengan yang diketahui secara umum jika telah ada perjalanan migrasi yang dilakukan oleh suku suku semi nomadic. ( Ibid, hal 57) Tradisi tradisi bersejarah dan bernilai agama menyebutkan bahwa Bapak Ibrahim berasal dari Mesopotamia dan telah bermigrasi ke timur bersama pengikutnya, kaum Hebrew, mereka menempati daerah sepanjang pantai timur laut Meditarania, di area yang sekarang dikenal sebagai Palestina. (Ibid, p. 56)
Ibrahim telah membawa ide ide keyakinan monotheisme, ide yang kemudian akan terbukti terus bertahan dalam kurun waktu yang panjang di area ini. Keyakinan monotheisme menekankan pada tuntutan-tuntutan moral dan tanggung jawab individu dan masyarakat terhadap penyembahan Kepada Tuhan, Sang Maha Penguasa segala sesuatu.
Terlebih lagi, keyakinan pada Tuhan Yang Satu menekankan pada ide bahwa Tuhan telah membuat rencana rohani untuk sejarah manusia, dan tindakan tindakan dan cita cita orang orang pilihan-Nya adalah ikatan yang tak bisa lepas dari rencana rohani ini. (Ibid, hal C-1)
Pada puncaknya tradisi ini menempatkan Ibrahim diakui sebagai pendiri kepercayaan monotheisme oleh pengikut tiga agama tersebut: Islam, Yahudi dan Kristen. Para pengikut Ibrahim mewariskan tradisi ini dari generasi ke generasi, memperkuat dan menyatukan semua orang di tanah Palestina dengan kepercayaan kepada Tuhan dan dengan perjanjian yang telah dibuat oleh orang orang pilihan-Nya. Pada abad ke 13 SM peranan Musa telah terbukti menjadi sebuah kekuatan persatuan besar yang sungguh benar benar menempa bangsa Israel. Selama kurun waktu Musa, konsep perjanjian ini diulang-ulang dan ditempatkan kembali diantara keturunan Ibrahim.
Pentingnya Perjanjian ini dapat dikenal secara dekat dengan analisa scriptural (dari kitab-kitab suci) tiga agama tersebut. Tiga cabang keyakinan monoteisme yang pada awalnya dikenalkan oleh Ibrahim di daerah Palestina tersebut, mengakui dan mencatat peristiwa peristiwa tersebut di dalam tulisan tulisan agama mereka.
Dan Musa menuliskan semua firman firman Tuhan, dan bangun pada pagi awal dan membangun sebuah altar di bawah bukit, dan dua belas pillar (tiang) sesuai dengan jumlah 12 suku Bani Israil dan Musa mengambil sebagian darah seekor lembu jantan , menempatkan di dalam sebuah wadah lalu memercikan sebagian lain darah tersebut di atas altar. Dan dia mengambil kitab perjanjian dan membacakannya di depan orang orang yang hadir: lalu mereka mengatakan, semua yang difirmankan atas nama Tuhan akan kami laksanakan dan mereka taat. (Keluaran: 24: 4, 6, 7)
Hal yang sama juga dikenal di dalam agama Islam yaitu perjanjian kaum Hebrew dengan Tuhan. Disebutkan di dalam Quran Suci, kitab suci kaum Muslim; bahwa mereka harus mengingat ketika sebuah perjanjian dengan Tuhan telah diambil oleh sekelompok manusia:

Hai Bani Israil , ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku , niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut. ( Alquran: 2: 41)
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. (Alquran: 2:48).

Dan, ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. (Alquran: 2:54)
Dan, ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung di atasmu : Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa. (Alquran: 2:64)
Kebutuhan mengutip catatan catatan dari bagian kitab-kitab ini selanjutnya terlihat ketika seseorang berusaha menghubungkan dan membandingkan keyakinan keyakinan pokok lainnya di dalam 3 agama ini. Salah satunya adalah ketika tradisi yang dibawa Ibrahim lalu diperkuat dan ditempatkan kembali oleh Musa muncul dan dikenal oleh 3 agama ini. Ini adalah point lazim yang ada di dalam keyakinan tiga agama tersebut: Penegasan dan pengakuan tentang perjanjian yang telah dibuat oleh kaum Hebrew di Palestina dengan Tuhan. Hal yang membentuk pondasi dasar untuk agama agama monotheisme.
Ada kesamaan lain lagi yang ada diantara 3 agama ini yaitu kedekatan kekerabatan secara geografi. Hal itu bukan suatu kebetulan. 3 agama terbesar di dunia ini memiliki asal muasal keturunan yang sama. Adalah kenyataan jika Ibrahim adalah bapak agama bagi 3 agama besar ini juga ditandai dengan tempat dimana beliau hidup dan beliau mengarahkan kaumnya akan sebuah tempat dimana 3 agama ini akan menuju. Daerah Timur Dekat , terdiri dari daerah Palestina, Semenanjung Sinai, Semenanjung Arabia (khususnya sebagian wilayah bagian utara), dan daerah daerah lainnya yang pada saat ini dikenal dengan nama Turki dan Yunani- pada dasarnya mewakili tempat lahirnya 3 kepercayaan besar ini.
Masih ada kesamaan lain diantara 3 agama ini yaitu keyakinan dan cita cita yang dicapai melalui doa dan permohonan, serta penegakkan hubungan dengan Tuhan yang dapat menentukan kebaikan di dalam kehidupan dan menciptakan rasa damai terus menerus serta rasa ketenangan diri sendiri. Ini adalah akar pokok semua ibadah agama monoteisme. Sang Maha Pencipta dipandang sebagai wujud yang nyata secara aktif mengawasi tindakan tindakan dan perbuatan- perbuatan mahluk-mahluk ciptaan-Nya: demikian pula keyakinan tentang akan kembalinya semua ciptaan kepada-Nya dan pada akhirnya berkumpulnya manusia kepada Sang Pemurah dan Sang Penyayang. Pada dasarnya tujuan Tuhan menciptakan umat manusia adalah karena suatu alasan baik: Mereka diperintahkan untuk bersikap adil dan baik seperti halnya Sang Pencipta, karena mereka dilibatkan untuk memenuhi tujuan penciptaan oleh-Nya. (Craig, Albert, [The Heritage of World Civilizations, hal. 60])
Konsep ini diilustrasikan dalam firman Tuhan kepada orang orang Israel di dalam injil.

Aku akan meletakkan hukumku dengan mereka, dan Aku akan menuliskannya di dalam hati mereka: Aku akan menjadi Tuhan mereka dan mereka akan menjadi pengikut-Ku.” (Yeremiah:31:33)

Tujuan Tuhan menciptakan manusia menurut keyakinan-keyakinan monoteisme, adalah mengangkat dan meninggikan derajat manusia yang melakukan perbuatan mulia dan berahklak unggul. Hal ini bisa dicapai seseorang atau sekelompok orang dengan pemahaman jika mereka tercipta untuk suatu tujuan kerohanian dan hal itu merupakan takdir penciptaannya. Orang orang yang beriman diharapkan mengikuti ajaran ajaran yang diberikan kepada mereka melalui kitab kitab suci mulia mereka dan mengimani tokoh tokoh seperti Ibrahim, Musa dan nabi- nabi lainnya yang telah diberi wahyu dan diberi petunjuk oleh Tuhan serta mendapatkan tugas membimbing dan memperbaiki manusia. (Craig, Albert,[The Heritage of World Civilizations, hal. 59)
Kepercayaan kepercayaan yang telah disebutkan terdapat di dalam keyakinan tiga agama tersebut. Mereka sama sama memiliki keyakinan tentang kehidupan, rasa kebersukuran bahkan meyakini keberadaan Tuhan sebagai pembentuk serta pengatur kehidupan dan tindakan tiap tiap individu. Keyakinan keyakinan ini telah mempererat pondasi yang pada dasarnya sama pada semua kepercayaan monoteisme yang juga bermula dari Ibrahim. Point kesamaan ini juga dijalankan sebagai kekuatan pemersatu yang menyatukan semua bangsa Israel di bawah satu keyakinan dan satu Tuhan.
Agama Islam dan Kristen juga memiliki kepercayaan kepercayaan ini. Mengakui Semenanjung Arabia dan daerah Palestina sebagai tempat yang dihormati, kedua agama ini mempercayai wujud Isa sebagai penyambung tradisi. Lain halnya dengan agama Islam dan Kristen yang mempercayai Isa sebagai Nabi dan sang Reformer, orang orang Yahudi tidak mengakuinya.

Disinilah kesepahaman dan kesamaan diantara 3 agama ini berakhir. Islam dan Kristen kesamaannya dengan Yahudi terputus ketika keduanya menghormati kesucian dan kebenaran Isa. Ketiga agama ini sama sama mempercayai Musa, namun hanya dua agama yang mengakui kebenaran Isa. Kesamaan antara Kristen dan Islam berakhir keterkaitannya ketika Islam mengakui Nabi Suci Islam sebagai nabi yang benar yang Tuhan telah datangkan setelah Agama Yahudi dan Agama Kristen yang kepadanya pula Tuhan telah memberikan hukum terakhir-Nya yang akan memberi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Sedangkan, Yahudi dan Kristen menolak pernyataan ini. Oleh karena itulah agama agama ini terpisahkan, dan kesamaan mereka berakhir ketika mereka berbeda pendapat tentang Isa as. dan Muhammad. Hanya Islam yang mengakui orang orang pilihan Tuhan dan semua nabi dari penokohan 3 agama-agama ini, namun sebaliknya dengan dua agama lainnya.
Tiga agama tidak lagi memiliki kesamaan keyakinan setelah kepercayaan kepada Musa. Islam mengakui ketiganya, Kristen mengakui dua, sedangkan yahudi hanya 1 nabi yang diakui.

Namun, semua memiliki akar yang dalam di dalam stuktur monotoisme. Tradisi ini diakui sebagai tulang punggung masing masing agama ini. Perjanjian yang diambil oleh Ibrahim lalu diperkuat oleh Musa dianggap sebagai garis persamaan antara tiga agama terbesar dunia. Kesamaan geografi dan sejarah asal muasalnya membawa tiga agama ini kepada kebersamaan dan kesatuan perspektif. Keistimewaan inilah yang membuat agama agama ini sungguh sama.

Tradisi agung yang telah membangun tiga agama ini menghubungkan asal muasal dan kelahirannya ke kelompok kecil orang orang Hebrew, yang bergaya hidup dan memiliki habit sederhana. Mereka bukan produk suatu kekuatan kekaisaran ataupun kebesaran kekaisaran (Ibid, hal. 56).
Tradisi ini telah melahirkan banyak hasil setelah jangka waktu panjang. Tradisi ini berkembang secara bertahap dan melalui proses yang lambat- bukan periode singkat melalui pergolakan dan kekacauan berbau agama. Waktu berselang antara kedatangan Musa dan Muhammad yaitu 19 abad (1300 SM - 600 M). Suatu rangkaian waktu yang monumental untuk proses perubahan dan perkembangan di dalam dunia agama.
Dengan demikian, pemahaman yang tepat tentang asal muasal keyakinan monoteisme ini, memungkinkan seseorang mengerti dengan jelas tentang keluasan ajaran Yahudi, Kristen dan Islam yang juga bisa dipertimbangkan sebagai bagian kesamaan beragama dan bertradisi kerohanian: yaitu suatu tradisi yang dikaitkan dengan waktu jaman Ibrahim, seorang pengembara sahaja yang memimpin para pengikutnya menuju sebuah hunian yang lebik baik.
(dikutip dari The Review of Religion dan diterjemahkan oleh Qurrotul Ain)